Mengenal kebudayaan Klaten
(Djogjakarta Jawa Tengah)
Adat –istiadat dan Ritual
Di Jawa Tengah terutama
wilayah Djogjakarta dan Klaten banyak berbagai adat istiadatnya, berikut salah
satu adat pada saat-saat tertentu yang masih kental rutin dilakukan :
1.
Pingitan(Pingit Kemanten), pada prosesi pingitan ini, calon pengantin putri
tidak diperbolehkan keluar rumah atau bertemu calon pengantin putra sesuai
dengan waktu yang sudah ditentukan, yaitu sebelum acara akad nikah. Kedua
mempelai harus tidak saling bertemu dulu.
Biasanya, masa
pingitan seorang perempuan itu selama 1 hingga 2 bulan lamanya, sebelum hari
pernikahannya tiba. Namun itulah salah satu tradisi yang ada dan memang harus
dijalani.
2.
Siraman,
mungkin tidak asing terdengar pada adat jawa terutama jawa tengah mungkin suatu
kewajiban yang biasanya dilakukan saat sehari sebelum ijab qabul atau
pernikahan tersebut dilakukan, dengan adanya siraman menandakan mensucikan atau
membersihkan diri dan hati dari hal-hal buruk sebelum dan setelah pembelai wanita
atau pria tersebut berumah tangga agar rumah tangga yang dijalami kedua
pembelai tersebut menjadi sakinah,mawadah,warahmah.
Dan disusul pula
dengan pemotongan sedikit rambut dari masing-masing calon pengantin dan setelah
melakukan siraman air sisa dari gentong tersebung digunakan untuk wudhu agar
suci dan bersih lalu masing-masing calon pengantin digendong oleh ayah yang
mengartikan betapa kasih sayang seorang ayahnya yang menyayangi dan menggendong
ia saat balita dulu.
3.
Sungkem,
setelah menjalankan adat siraman lalu masing-masing pembelai menjalankan ritual
sungkeman kepada orang tua yg bertujuan meminta izin untuk direstui dan melepas
beban orang tua selama ini yg telah merawat kita agar lancar menjalani bahterai
rumah tangga dan itu biasanya dilakukan bukan hanya di wilayah Jawa Tengah
namun wilayah lain pun juga pasti ada adat sungkeman namun mungkin adat jawa
lebih berbeda dari provinsi yang lainnya.
4.
Dodol dawet,
pada acara jual cendol (dodol dawet).ada makna tersendiri dari dodol dawet
tersebut.Makna dodol dawet diambil dari cendol yang berbentuk bundar, diartikan
sebagai lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anaknya. Bagi
orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan kreweng (pecahan
genting) bukan dengan uang.
Hal itu menunjukkan bahwa kehidupan manusia
berasal dari bumi.Yang melayani pembeli adalah ibu sedangkan yang menerima
pembayaran adalah ayah. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan
menikah tentang bagaimana mencari nafkah, bahwa sebagai suami istri harus
saling membantu. Dibalik itu ada juga makna jenaka dari acara ini, yaitu
simbolisasi kalau esok hari pada saat akad nikah dan resepsi, tamu-tamu yang
datang akan sebanyak dan seramai jualan cendol/dawet tersebut.
5.
Tendak Siten,Tedak
siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia
sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten juga dikenal sebagai upacara
turun tanah. ‘Tedak’ yang berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’
yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara
yang bertujuan agar balita tumbuh menjadi anak yang mandiri dan disukai oleh
banyak orang.
Tradisi ini
dijalankan saat para balita berusia tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam
hitungan pasaran jawa. Jadi bulan ke-tujuh kalender jawa bagi kelahiran si bayi
setara dengan 8 bulan kalender masehi. adat budaya ini dilaksanakan sebagai
penghormatan kepada bumi tempat balita tersebut mulai belajar menginjakkan
kakinya ke tanah dalam istilah jawa disebut tedak siten. Selain itu juga
diiringi oleh doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak
si kecil bisa sukses dalam menjalani kehidupannya.
Pakaian adat
Pakaian Adat,masyarakat Jawa Tengah
memiliki ciri khas tersendiri yang terletak pada cara pemakaian kain kebayanya
serta motif dan corak batik yang digunakan. Pakaian yang dikenakan oleh Wanita
Jawa Tengah yakni berupa model kebaya Solo atau keraton Surakarta. Pemakaian
kebaya ini dilengkapi pula dengan kemben sebagai penutup dada dan kain jarik
batik sebagai bawahan. Terdapat pula model kebaya panjang yang terbuat dari
bahan brokat berwarna gelap seperti merah tua dan hitam yang dihiasi dengan
pita emas. Kebaya ini banyak digunakan pada upacara pernikahan atau acara resmi
lainnya.
Pakaian yang diperuntukkan bagi kaum
pria dalam adat Jawa Tengah dikenal dengan nama Jawi Jangkep. Pakaian ini
terdiri dari baju beskap dengan motif kembang, blankon sebagai penutup kepala,
kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping, keris serta alas kaki
(cemila). Pakaian adat Jawi Jangkep biasanya dikenakan pada acara-acara adat
dan acara resmi keraton. Seperti halnya kebaya, pakaian adat jawi jangkep juga
memiliki makna filosofis tersendiri. Penggunaan blangkon memiliki makna bahwa
seorang laki-laki harus memiliki pikiran yang teguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar