Senin, 14 Desember 2015

REPORTASE

Mengenal kebudayaan Klaten (Djogjakarta Jawa Tengah)

Adat –istiadat dan Ritual
Di Jawa Tengah terutama wilayah Djogjakarta dan Klaten banyak berbagai adat istiadatnya, berikut salah satu adat pada saat-saat tertentu yang masih kental rutin dilakukan :
1.      Pingitan(Pingit Kemanten), pada prosesi pingitan ini, calon pengantin putri tidak diperbolehkan keluar rumah atau bertemu calon pengantin putra sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, yaitu sebelum acara akad nikah. Kedua mempelai harus tidak saling bertemu dulu.
Biasanya, masa pingitan seorang perempuan itu selama 1 hingga 2 bulan lamanya, sebelum hari pernikahannya tiba. Namun itulah salah satu tradisi yang ada dan memang harus dijalani.

2.      Siraman, mungkin tidak asing terdengar pada adat jawa terutama jawa tengah mungkin suatu kewajiban yang biasanya dilakukan saat sehari sebelum ijab qabul atau pernikahan tersebut dilakukan, dengan adanya siraman menandakan mensucikan atau membersihkan diri dan hati dari hal-hal buruk sebelum dan setelah pembelai wanita atau pria tersebut berumah tangga agar rumah tangga yang dijalami kedua pembelai tersebut menjadi sakinah,mawadah,warahmah.
Dan disusul pula dengan pemotongan sedikit rambut dari masing-masing calon pengantin dan setelah melakukan siraman air sisa dari gentong tersebung digunakan untuk wudhu agar suci dan bersih lalu masing-masing calon pengantin digendong oleh ayah yang mengartikan betapa kasih sayang seorang ayahnya yang menyayangi dan menggendong ia saat balita dulu.

3.      Sungkem, setelah menjalankan adat siraman lalu masing-masing pembelai menjalankan ritual sungkeman kepada orang tua yg bertujuan meminta izin untuk direstui dan melepas beban orang tua selama ini yg telah merawat kita agar lancar menjalani bahterai rumah tangga dan itu biasanya dilakukan bukan hanya di wilayah Jawa Tengah namun wilayah lain pun juga pasti ada adat sungkeman namun mungkin adat jawa lebih berbeda dari provinsi yang lainnya.

4.      Dodol dawet, pada acara jual cendol (dodol dawet).ada makna tersendiri dari dodol dawet tersebut.Makna dodol dawet diambil dari cendol yang berbentuk bundar, diartikan sebagai lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anaknya. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan kreweng (pecahan genting) bukan dengan uang.
 Hal itu menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi.Yang melayani pembeli adalah ibu sedangkan yang menerima pembayaran adalah ayah. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah, bahwa sebagai suami istri harus saling membantu. Dibalik itu ada juga makna jenaka dari acara ini, yaitu simbolisasi kalau esok hari pada saat akad nikah dan resepsi, tamu-tamu yang datang akan sebanyak dan seramai jualan cendol/dawet tersebut.


5.      Tendak Siten,Tedak siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten juga dikenal sebagai upacara turun tanah. ‘Tedak’ yang berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar balita tumbuh menjadi anak yang mandiri dan disukai oleh banyak orang.
http://shintaayu.com/wp-content/uploads/2014/05/DSC_0312.jpg
Tradisi ini dijalankan saat para balita berusia tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran jawa. Jadi bulan ke-tujuh kalender jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender masehi. adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat balita tersebut mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah dalam istilah jawa disebut tedak siten. Selain itu juga diiringi oleh doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak si kecil bisa sukses dalam menjalani kehidupannya.

Pakaian adat
Pakaian Adat,masyarakat Jawa Tengah memiliki ciri khas tersendiri yang terletak pada cara pemakaian kain kebayanya serta motif dan corak batik yang digunakan. Pakaian yang dikenakan oleh Wanita Jawa Tengah yakni berupa model kebaya Solo atau keraton Surakarta. Pemakaian kebaya ini dilengkapi pula dengan kemben sebagai penutup dada dan kain jarik batik sebagai bawahan. Terdapat pula model kebaya panjang yang terbuat dari bahan brokat berwarna gelap seperti merah tua dan hitam yang dihiasi dengan pita emas. Kebaya ini banyak digunakan pada upacara pernikahan atau acara resmi lainnya.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjee9hruyy6nX8GvOo_WNyh4C_siBKHjGm9aj-SclMqYNeU_hyR7qFfoIYBpu1peocYv-mCIVbdVX90xt1Lmx-Ot_yU2vpHexNl7AP0GDKfX6wQXR6TsYB0kru2ZQEQX95Rdz83JlVc1yFh/s1600/Pakaian+Adat+Jawa+Tengah+001.jpg
Pakaian yang diperuntukkan bagi kaum pria dalam adat Jawa Tengah dikenal dengan nama Jawi Jangkep. Pakaian ini terdiri dari baju beskap dengan motif kembang, blankon sebagai penutup kepala, kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping, keris serta alas kaki (cemila). Pakaian adat Jawi Jangkep biasanya dikenakan pada acara-acara adat dan acara resmi keraton. Seperti halnya kebaya, pakaian adat jawi jangkep juga memiliki makna filosofis tersendiri. Penggunaan blangkon memiliki makna bahwa seorang laki-laki harus memiliki pikiran yang teguh.